KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kode Etik Profesi Audit ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Meyta Pritandhari, M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Audutung 1 STAIN Jurai Siwo Metro yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai, Pengertian
kode etik profesi; Perilaku
etis dan perilaku tidak etis
bagi perorangan, profesional dan konteks bisnis; Dilema Etika; Pentingnya etika pada profesi
akuntansi; Tujuan dan isi kode perilaku profesional dari AICPA; Independen, integritas, dan objektifitas dalam
hubungannya dengan kode etik; dan Aturan-aturan kode etik profesi.
Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.
Metro, Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar
Belakang Masalah......................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah................................................................................... 2
C.
Tujuan..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Pengertian Kode Etik Profesi................................................................. 3
B. Perilaku
Etis dan Perilaku Tidak Etis bagi
Perorangan, Profesional dan Konteks Bisnis 4
C. Dilema
Etika........................................................................................... 8
D. Pentingnya
Etika pada Profesi Akuntansi..............................................
10
E. Tujuan dan Isi Kode
Perilaku Profesional dari AICPA.........................
10
F. Indenpenden,
Integritas dan Objektifitas dalam Hubungannya dengan Kode Etik
12
G. Aturan-aturan Kode
Etik Prilaku............................................................
13
BAB III PENUTUP..........................................................................................
16
A. Kesimpulan.............................................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akuntan
publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari
klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan
keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Profesi akuntan publik akan
selalu berhadapan dengan dilema yang mengakibatkan seorang akuntan publik
berada pada dua pilihan yang bertentangan. Seorang akuntan publik akan
mengalami suatu dilema ketika tidak terjadi kesepakatan dengan klien mengenai
beberapa aspek dan tujuan pemeriksaan. Apabila akuntan publik memenuhi tuntutan
klien berarti akan melanggar standar pemeriksaan, etika profesi dan komitmen
akuntan publik tersebut terhadap profesinya, tetapi apabila tidak memenuhi
tuntutan klien maka dikhawatirkan akan berakibat pada penghentian penugasan oleh
klien. Kode etik akuntan Indonesia dalam pasal 1 ayat (2) adalah berisi tentang
setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektifitas dalam
melaksanakan tugasnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan.
Kurangnya
kesadaran etika akuntan publik dan maraknya manipulasi akuntansi korporat
membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan auditan mulai menurun,
sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur
mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen.
Seorang
auditor dalam melaksanakan tugasnya memperoleh kepercayaan dari klien dan
para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang
disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang
berbeda, dan mungkin saja bertentangan dengan kepentingan para pemakai laporan
keuangan. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap independen, integritas dan objektifitas.
B.
Rumusan Masalah
Sebelum membahas lebih lanjut,
perlu untuk mengidentifikasikan permasalaha-permasalahan yang akan dikembangkan
dalam penulisan makalah ini. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan
makalah ini adalah :
1. Apa pengertian kode etik
profesi?
2. Bagaimankah perilaku
etis dan perilaku tidak etis
bagi perorangan, profesional dan konteks bisnis?
3. Apa itu dilema etika?
4. Apakah pentingnya
etika pada profesi akuntansi?
5.
Apakah tujuan dan isi kode perilaku profesional dari
aicpa?
6.
Apa itu independen, integritas dan objektifitas dalam
hubungannya dengan kode etik?
7.
Apa sajakah
aturan-aturan kode etik perilaku?
C.
Tujuan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian kode etik profesi.
2. Untuk mengetahui perilaku etis dan
perilaku tidak etis bagi
perorangan, profesional dan konteks bisnis.
3. Untuk mengetahui tentang dilema etika.
4. Untuk mengetahui pentingnya etika profesi akuntansi.
5. Untuk mengetahui tujuan dan isi kode perilaku profesional dari AICPA.
6. Untuk mengetahui
independen, integritas dan objektifitas dalam hubungannya dengan kode etik.
7. Untuk mengetahui
aturan-aturan kode etik perilaku.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Kebutuhan Kode Etik Profesi
1. Pengertian Kode Etik
Etika (ethics) merupakan
peraturan-peraturan yang dirancang untuk mempertahankan suatu profesi pada
tingkat yang bermartabat, mengarahkan anggota profesi dalam hubungannya satu
dengan yang lain, dan memastikan kepada publik bahwa profesi akan
mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi. Setiap hubungan diantara dua atau lebih
individu menyertakan di dalamnya
ekspektasi pihak-pihak yang terlibat.[1]
Selain itu kode etik juga didefinisikan
sebagai sifat manusia ideal atau disiplin pribadi di luar undang-undang.[2]
Etika profesional (profesional ethics) harus lebih dari sekedar prinsip moral
melainkan meliputi standar perilaku bagi seorang profesional yang dirancang
untuk tujuan praktis dan idealistik.[3]
2. Kebutuhan Akan Etika Profesional
Kode
etik berupaya untuk memastikan standar
kompetensi yang tinggi diantara anggota-anggota kelompok, mengatur dan
mengokohkan hubungan mereka dan meningkatkan juga melindungi citra profesi dan
kesejahteraan komunitas profesi.
Semua profesi yang
diakui mempunyai beberapa karakteristik yang sama. Karakteristik yang paling
penting adalah :
a.
Tanggung jawab
untuk melayani masyarakat umum/publik.
Kantor
akuntan publik terdaftar merupakan representasi publik/kredituor, konsumen,
karyawan, pemegang saham, dan lain-lain. Peran auditor independen adalah untuk
memastikan bahwa laporan keuangan fair to
all parties (wajar bagi semua pihak). Dan tidak bisa dengan mementingkan
satu kelompok dan mengorbankan kelompok lainnya. Akuntan publik harus mempertahankan taraf
independensi yang tinggi dari klien mereka, jika mereka ingin melayani
komunitas yang lebih besar.
b.
Batang tubuh
pengetahuan yang kompleks.
Teori
yang mendasari profesi akuntan publik adalah teori akuntansi/prinsip akuntansi
yang berlaku umum dan praktik.
c.
Standar
penerimaan kedalam profesi
Untuk
mendapatkan izin berpraktik sebagai akuntan publik, seseorang diharuskan
memenuhi standar minimum pendidikan dan pengalaman. Orang tersebut pula lolos
dari ujian yang memperlihatkan penguasaannya terhadap pengetahuan akuntansi.
Begitu telah mendapat izin praktik, orang tersebut harus pula memenuhi kode etik
profesinya.
d.
Kepercayaan
publik
Bagi kantor
akuntan publik, keyakinan publik mempunyai signifikansi khusus. Produk kantor
akuntan publik adalah kredibilitas. Etika profesional dalam akuntansi publik
sebagaimana halnya dalam profesi lainnya, sudah berkembang secara bertahap dan
masih dalam proses perubahan karena praktik akuntansi publik itu sendiri
mengalami perubahan secara terus menerus.
B. Prilaku Etis dan Prilaku Tidak Etis
Bagi Perorangan, Profesional, dan Konteks Bisnis
Suatu kode etik dapat terdiri dari
ketentuan umum (general statements) mengenai perilaku yang ideal/peraturan
khusus yang menguraikan berbagai tindakan yang tidak dapat di benarkan.
Kelemahannya adalah sulit untuk memaksakan perilaku umum yang ideal, karena
tidak adanya standar perilaku minimum.[4]
Prinsip dan nilai moral seseorang serta kepentingan relatif prinsip tersebut
bagi mereka pasti berbeda dengan orang-orang lainnya. Setiap orang memiliki
rangkaian nilai seperti itu, meskipun kita memperhatikannya secara eksplisit.
Para ahli filsafat, organisasi keagamaan, serta kelompok lainnya telah
mendefinisikan serangkaian prinsip dan nilai moral yang telah ditentukan adalah
UU dan peraturan, doktrin gereja, kode etik bisnis bagi kelompok profesi
seperti akuntan publik, serta kode prilaku dalam organisasi.
Contoh serangkaian prinsip yang telah
ditentukan dan prinsip-prinsip ini dikembangkan oleh Josephson Institute of
Ethics, sebuah organisasi nirlaba bagi pengembangan kualitas etika masyarakat.
Berikut ini adalah enam nilai inti etis mengenai prilaku etis menurut Josephson
Institute:
Dapat dipercaya (trustworthiness)
mencangkup
kejujuran, integritas, reliabilitas, dan loyalitas. Kejujuran menuntut
itikad baik untuk mengemukakan kebenaran. Integritas berarti bahwa seseorang
bertindak sesuai dengan kesadaran yang tinggi, dalam situasi apapun.
Reliabilitas berarti melakukan semua usaha yang masuk akal untuk memenuhi
komitmennya. Loyalitas adalah tanggung jawab untuk mengutamakan dan melindungi
berbagai kepentingan masyarakat dan organisasi tertentu.
Penghargaan (respect)
mencakup gagasan seperti kepantasan (civility), kesopansantunan (courtesy),
kehormatan, toleransi, dan penerimaan.
Pertanggungjawaban
(responsibility)
berarti
bertanggung jawab atas tindakan seseorang serta dapat menahan diri. Pertanggungjawaban
juga berarti berusaha sebaik mungkin dan memberi teladan dengan contoh,
mencakup juga ketekunan serta upaya untuk terus melakukan perbaikan.
Kelayakan (fairness)
dan
keadilan mencakup isu-isu tentang kesamaan penilaian, sikap tidak memihak,
proporsionalitas, keterbukaan, dan keseksamaan. Perlakuan yang layak berarti
bahwa situasi yang serupa akan ditangani dengan cara yang serupa pula.
Perhatian (caring)
berarti
sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan pihak lain dan mencakup tindakan yang
memperhatikan kepentingan sesama serta memperlihatkan perbuatan baik.
Kewarganegaraan (citizenship)
termasuk
kepatuhan pada undang-undang serta melaksanakan kewajibannya sebagai warga
negara agar proses dalam masyarakat berjalan dengan baik, antara lain
pemungutan suara, bertindak sebagai juri pengadilan di AS, dan melindungi
sumber daya yang ada.
Perilaku etis sangat diperlukan oleh
masyarakat agar dapat berfungsi secara teratur. Kita dapat berargumentasi bahwa
etika adalah perekat yang dapat mengikat anggota masyarakat. Bayangkan,
misalnya, apa yang akan terjadi jika kita tidak memiliki kepercayaan akan
kejujuran dari orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Jika para orang tua,
guru, pemilik perusahaan, saudara kita, rekan kerja, serta teman-teman kita
semuanya berkata bohong, hampir tidak mungkin untuk mempunyai komunikasi yang
efektif.
Kemudian mengapa orang-orang bertindak
tidak etis? Sebagian orang mendefinisikan prilaku tidak etis sebagai tindakan
yang berbeda dengan apa yang mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi
tertentu. Masing-masing dari kita memutuskan bagi kita sendiri apa yang kita
anggap sebagai prilaku tidak etis, baik bagi kita sendiri maupun bagi orang
lain. Jadi kita harus memahami apa yang menyebabkan orang-orang bertindak
dengan cara yang kita anggap sebagai tidak etis.
Ada
dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis: Standar etika
seseorang berbeda dengan standar etika yang berlaku di masyarakat secara
keseluruhan, atau orang itu memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri.
Sering kali, kedua alasan itu muncul bersamaan.
Standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat
umum
Contoh ekstrem orang-orang yang prilakunya melanggar hampir semua standar etika
yang dianut oleh setiap orang adalah para pengedar obat terlarang, perampok
bank, dan pencuri. Sebagian besar orang yang melakukan tindakan tersebut tidak
menunjukan rasa penyesalan saat mereka tertangkap, karena standar etika mereka
berbeda dengan yang berlaku di masyarakat secara keseluruhan. Juga banyak contoh
yang tidak terlalu ektrem manakala orang lain melanggar nilai etis kita. Ketika
orang-orang berlaku curang dalam mengisi SPT pajaknya, memperlakukan orang lain
dengan rasa permusuhan, berbohong dalam mengisi formulir aplikasi lamaran
kerja, atau bertindak di bawah tingkat kompetensi yang dimilikinya sebagai
karyawan, sebagian besar dari kita akan menganggap hal itu sebagai prilaku yang
tidak etis.
Orang memilih untuk bertindak mementingkan diri
sendiri Contoh berikut
menggambarkan perbedaan antara standar etika yang berbeda dengan standar etika
yang dianut masyarakat umum dan bertindak mementingkan diri sendiri. Si A
menemukan sebuah koper di bandara udara yang berisi dokumen-dokumen penting dan
uang senilai $1.000. Ia membuang koper tersebut setelah mengambil uangnya. Ia
membual pada keluarganya dan teman-temannya tentang keberuntungannya ini. Nilai
si A mungkin berbeda dengan nilai-nilai yang dianut oleh sebagian besar
masyarakat. B menghadapi situasi yang sama dengan si A tetapi ia mengambil
sikap yang berbeda. Ia mengambil uang di dalam koper itu tetapi meninggalkan
koper pada suatu tempat yang mencolok. B tidak memberi tahu siapapun dan
membelanjakan uang tersebut untuk membeli baju baru. Kemungkinan besar si B
melanggar standar etikanya sendiri, tetapi ia memutuskan bahwa uang tersebut
terlalu berharga untuk dilewatkan. B memilih untuk bertindak mementingkan diri
sendiri.[5]
C.
Dilema Etika
Dilema etika adalah suatu situasi di
mana seseorang berhadapan dengan suatu keputusan menyangkut prilaku yang benar.
Dilema etika biasanya melibatkan situasi di mana kesejahteraan seseorang atau
lebih terpengaruh akibat suatu keputusan. Dilema etika yang dihadapi oleh
auditor kerapkali berpengaruh terhadap kesejahteraan banyak atau sekelompok
individu. Sebagai contoh, seandainya seorang auditor membuat keputusan yang
tidak etis mengenai kandungan suatu laporan audit, maka kekayaan ribuan
investor dan kreditor mungkin terpengaruh.[6]
Para auditor, akuntan, serta prilaku bisnis lainya menghadapi banyak dilema
etika dalam karier bisnis mereka. Auditor yang menghadapi klien yang mengancam
akan mencari auditor baru kecuali bersedia menerbitkan suatu pendapat wajar
tanpa pengecualian.
Tetap menjadi bagian dari manajemen sebuah perusahaan yang mempermalukan dan
memperlakukan para pegawainya secara tidak wajar atau tidak jujur malayani para
pelanggan merupakan suatu dilema etika, terutama jika kariyawan tersebut
mempunyai keluarga yang harus ditanggung dan ketatnya persaingan mencari
pekerjaan baru.
Terdapat cara-cara alternatif untuk
menyelesaikan delima etika, tetapi kita harus berhati-hati untuk meghindari
metode yang merasionalkan prilaku tidak etis. Berikut ini adalah metode-matode
rasionalisasi yang sering digunakan, yang dengan mudah dapat mengakibatkan
tindakan tidak etis.
Setiap orang melakukanya.
Argumen
bahwa memalsukan SPT pajak, mencotek saat ujian, atau menjual produk yang cacat
merupakan prilakuyang dapat diterima umumnya didasarkan pada rasionalisasi
bahwa setiap orang lain juga melakukan hal yang sama dan karena itu merupakan
prilaku yang dapat diterima.
Jika sah menurut hukum, hal itu etis.
Menggunakan
argumen bahwa semua prilaku yang sah menurut hukum adalah prilaku yang
etis sangat bergantung pada kesempurnaan
hukum. Menurut filosofi ini, seseorang tidak memiliki kewajiban untuk
mengembalikan suatu barang yang hilang kecuali pihak lain dapat membuktikan
bahwa barang tersebut miliknya.
Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya.
Filosofi
ini bergantung pada evaluasi atas kemungkinan bahwa orang lain akan menemukan
prilaku tersebut. Biasanya orang itu juga akan menilai besarnya kerugian
(konsekuensi) yang akan diterimanya jika hal itu terbongkar. Salah satu contohnya adalah memutuskan apakah
akan mengoreksi kelebihan tagihan yang tak disengaja kepada seorang pelanggan
ketika pelanggan tersebut telah membayar seluruh tagihanya. Jika sipenjual
yakin bahwa pelanggan itu akan mendeteksi kekeliruan ini dan memutuskan untuk
tidak akan membeli lagi kepadanya, maka penjual akan segera menginformasikan
kesalaha yang terjadi sekarang, sebaliknya penjual juga menunggu hingga
pelanggan tersebut menyampaikan keberatan.
Dalam tahun-tahun terahir ini telah
dikembngkan kerangka kerja formal untuk membantu orang-orang menyelesaikan
dilema etika. Tujuan dari kerangka kerja itu adalah membantu mengidentifikasi
isu-isu etis dan memutuskan serangkaian tindakan yang tepat dengan menggunakan
nilai dari orang itu sendiri. Pendekatan enam langkah berikut ini dimaksudkan
agar dapat menjadi suatu pendekatan yang relatif sederhana untuk menyelesaikan
dilema etika.
1. Memperoleh
fakta yang relevan
2. Mengidentifikasi
isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut
3. Menentukan
siapa yang terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut dan bagaimana setiap
orang atau kelompok itu terpengaruhi.
4. Mengidentifikasi
berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harusmenyelesaikan dilema
tersebut.
5. Mengidentifikasi
konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternatif
6. Memutuskan
tindakan yang tepat.
D.
Petingnya Etika Pada Profesi Akuntansi
Masyarakat
kita telah memberikan pengertian khusus atas istilah profesional. Seorang
profesional diharapkan dapat berprilaku pada tingkat yang lebih tinggi
dari yang dilakukan oleh sebagian besar anggota masyarakat lain. Sebagai
contoh, ketika pers memberitakan bahwa seorang dokter, biarawan, senator, atau
akuntan publik telah didakwa melakukan suatu kejahatan, mayoritas masyarakat
akan merasa lebih kecewa ketimbang jika hal yang sama terjadi pada seseorang
yang bukan profesional.
Arti
istilah profesional adalah tanggung jawab untuk bertindak lebih dari
sekedar memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan
peraturan masyarakat. Akuntan publik, sebagai profesional, mengakui adanya
tanggung jawab kepada masyarakat, klien, serta rekan praktisi, termasuk prilaku
yang terhormati, meskipun itu berarti pengorbanan diri.
Alasan
utama mengharapkan tingkat prilaku profesional yang tinggi oleh setiap profesi
adalah kebutuhan akan kepercayaan publik atas kualitas jasa yang diberikan oleh
profesi, tanpa memandang individu yang menyediakan jasa tersebut. Bagi akuntan
publik, kepercayaan klient dan pemakai laporan keuangan eksternal atas kualitas
audit dan jasa lainnya sangatlah penting. Jika para pemakai jasa tidak memiliki
kepercayaan kepada para dokter, hakim, atau akuntan publik, maka kemampuan para
profesional itu untuk melayani klien serta masyarakat secara efektif akan
hilang.
E.
Tujuan dan Isi Kode Prilaku Profesional dari AICPA
Kode perilaku profesional AICPA menyediakan baik
standar umum perilaku yang ideal maupun peraturan perilaku khusus yang harus
diberlakukan. Kode etik terdiri dari empat bagian, yaitu : prinsip-prinsip,
peraturan perilaku, interpretasi atas peraturan perilaku, dan kaidah etika.
Prinsip–prinsip Etis :
a.
Tanggung jawab, dalam mengemban tanggung jawabnya sebagia profesional, para anggota
harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua
kativitas mereka.
b.
Kepentingan publik, para anggota harus menerima kewajiban untuk
bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, menghargai
kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen nya padaprofesionalisme
c.
Integritas, untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, para anggota
harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat
integritas tertinggi
d.
Objektivitas dan indepedensi, anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas
dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya.
e.
Keseksamaan, anggota harus memperhatikan standar teknis dan etis profesi, terus
berusaha meningkatkan kompetensi dan mutu jasa yang diberikannya, serta
melaksanakan tanggungjawab profesional sesuai dengan kemampuan terbaiknya.
f.
Ruang lingkup dan sifat jasa, anggota yang berpraktik bagi publik harus
memperhatikan prinsip-prinsip kode perilaku profesional dalam menentukan
lingkup dan sifat jasa yang akan disediakannya.
Peraturan Perilaku :
Bagian dari kode ini mencakup
peraturan khusus yang harus dipatuhi oleh satiap akuntan publik dalam praktik
akuntansi publik. Bagian tentang peraturan perilaku ini merupakan satu-satunya
bagian kode etik yang dapat diberlakukan, sehingga peraturan ini dinyatakan
dalam ungkapan yang lebih spesifik daripada ungkapan yang tercantum dalam bagian
prinsip. Jadi banyak praktisi yang merujuk peraturan ini sebagai kode etik perilaku profesional AICPA.
Interpretasi Peraturan Perilaku :
Komite eksekutif etika profesional AICPA menyiapkan setiap interpretasi
berdasarkan konsensus komite yang terdiri dari para praktisi akuntan publik.
Interpretasi itu dikirimkan kepada sejumlah besar orang–orang penting dalam
profesi untuk diminta masukannya.
Kaidah Etika :
Kaidah (ruling) adalah
penjelasan komite eksekutif dari divisi etika profesional tentang situasi
faktual khusus.
Sejumlah
besar kaidah etika dipublikasikan dalam versi yang diperluas dari kode perilaku
profesional AICPA.[7]
F. Indenpenden,
Integritas dan Objektifitas dalam Hubungannya dengan Kode Etik.
Untuk memberikan pedoman etika yang
spesifik di bidang etika profesi akuntan publik , IAI Kompartemen Akuntan
Publik (IAI-KAP) telah menyusun aturan etika. dalam hal keterterapan aturan ini
mengharuskan anggota IAI-KAP dan staf profesional (baik yang anggota maupun
yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja di suatu kantor akuntan publik untuk
mematuhinya. Aturan etika ini meliputi pengaturan tentang :
a. Indenpendensi
Dalam menjalankan tugasnya anggota
KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan
jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuantan Publik
yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi
independen dalam fakta (infacts) maupun dalam penampilan (in
appearance).
Independen berarti bebas dari
pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang
lain. Tiga aspek dalam independensi auditor, yaitu:
(a) Independensi dalam diri auditor (independence
in fact): kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai
faktor dalam audit finding.
(b) Independensi dalam penampilan (perceived
independence). Independensi ini merupakan tinjauan pihak lain yang
mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri auditor.
(c) Independensi di pandang dari sudut
keahliannya. Keahlian juga merupakanfaktor independensi yang harus
diperhitungkan selain kedua independensi yang telah disebutkan. Dengan kata
lain auditor dapat mempertimbangkan fakta dengan baik yang kemudian ditarik
menjadi suatu kesimpulan jika ia memiliki keahliam mengenai hal tersebut.
b. Integritas dan Objektifitas
Integritas adalah
auditor yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan apa yang diyakini kebenarannya
tersebut kedalam kenyataan.
Objektifitas adalah
unsur karakter yang menunjukkan kemampuan seseorang maupun menyatakan kenyataan
sebagaimana adanya, terlepas dari kepentingan pribadi maupun kpentingan pihak
lain.
Dalam menjalankan tugasnya anggota
KAP harus mempertahankan integritas dn objektivitas, harus bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh mmebiarkan faktor
salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau
mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.[8]
G.
Aturan-Aturan
Kode Etik Prilaku
Interpretasi aturan etika merupakan interpretasi
yang di keluarkan oleh badan yang di bentuk oleh himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan
dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya. Pernyataan etika profesi yang berlaku saat ini dapat di pakai
sebagai interpretasi atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan
interpretasi baru untuk menggantikannya.[9]
Adapun aturan yang berlaku bagi auditor adalah
sebagai berikut:
1.
Integritas
a. Melaksanakan
tugas nya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh sungguuh;
b. Menunjukan
kesetiaan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam
melaksanakan tugas;
c. Mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undang dan mengungkapkan segala hal yang
ditentukan oleh peraturan perundang-undang dan profesi yang berlaku.
d. Menjaga
citra dan visi misi organisasi.
2.
Obyektifitas
a. Mengungkapkan
semua fakta material yang diketahuinya yang apabila tidak di ungkapan mungkin dapat
mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang di audit;
b. Tidak
berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin mengganggu
atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin yang
menyebabkan terjadinya benturan kepentingan;
c. Menolak
suatu pemberian auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan
profesianalnya.
3.
Kerahasiaan
a. Secara
hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diberikan oleh si auditi;
b. Tidak
akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi/golongan di
luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang bertentangan dengan peraturan
perundang-perundang.
4.
Kompetensi
a. Melaksanakan
tugas pengawasan sesuai dengan stndart audit;
b. Terus
menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil
pekerjaan;
c. Menolak
untuk melaksakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang dimiliki.
BAB
III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Dari
pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa kode etik profesi merupakan
pedoman mutu moral profesi di dalam masyarakat yang di atur sesuai dengan
profesi masing-masing. Semua profesi yang diakui mempunyai beberapa
karakteristik yang sama. Karakteristik yang paling penting adalah :
1.
Tanggung jawab untuk melayani masyarakat umum/publik.
2.
Batang tubuh pengetahuan yang kompleks
3.
Standar penerimaan kedalam profesi
4.
Kepercayaan publik
Adapun
beberapa nilai yang mengandung prilaku etis dan prilaku tidak etis bagi
perorangan, profesional, dan konteks bisnis. Enam nilai inti etis mengenai
prilaku etis menurut Josephson Institute
:
1.
Dapat dipercaya (trustworthiness)
2.
Penghargaan (respect)
3.
Pertanggungjawaban
(responsibility
4.
Kelayakan (fairness)
dan
5.
Perhatian (caring)
berarti
6.
Kewarganegaraan
(citizenship)
Ada
dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis : Standar etika seseorang berbeda
dengan standar etika yang berlaku di masyarakat secara keseluruhan, atau orang
itu memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri. Sering kali, kedua
alasan itu muncul bersamaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arens, Alvin A., Randal J. Elder,
Mark S. Beasley. 2008.
Auditing Dan Jasa Assurance. Jakarta : Erlangga.
Arens-James k, Alvin A. 1995. Auditing
Suatu Pendekatan Terpadu.
Jakarta : Erlangga
Boyton, William C. , dkk. 2001. Modern Auditing jilid I. Jakarta : Erlangga
Hartadi, Bambang.1990. Auditing Edisi 1. Yogyakarta : BPFE-YOGYAKARTA
M.Guy. 2002. Auditing.
Jakarta
: Erlangga.
Simamora, Henry. 2002. Auditing I. Yogyakarta : Percetakan (UPP) AMP
YKPN
0 comments:
Post a Comment